PENGERTIAN
Hadis (Bahasa
Arab: الحدي,
transliterasi: Haidits), [ adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad. Hadis sebagai sumber hukum dalam agama Islam
memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur'an.
Menurut
bahasa kata hadits memiliki arti;
1)
al jadid
minal asyya (sesuatu yang baru), lawan dari qodim. Hal ini
mencakup sesuatu (perkataan), baik banyak ataupun sedikit.
2)
Qorib (yang
dekat)
3)
Khabar (warta),
yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang
lain dan ada kemungkinan benar atau salahnya. Dari makna inilah diambil
perkataan hadits Rasulullah saw.
Jamaknya adalah hudtsan, hidtsan dan
ahadits. Jamak ahadits-jamak yang tidak menuruti qiyas dan jamak
yang syad-inilah yang dipakai jamak hadits yang bermakna khabar dari Rasulullah
saw. Oleh karena itu, hadist-hadits Rasul dikatakan ahadits al Rosul
bukan hudtsan al Rosul atau yang lainnya.
Ada juga yang berpendapat ahadits
bukanlah jamak dari hadits, melainkan merupakan isim jamaknya.
Dalam hal ini, Allah juga
menggunakan kata hadits dengan arti khabar, dalam firman-Nya;
فليأتوا
بحديث مثله إن كانوا صادقين.
“maka
hendaklah mereka mendatangkan khabar yang sepertinya jika mereka orang
yang benar” (QS. At Thur; 34).
Adapun hadits menurut istilah ahli
hadits hampir sama (murodif) dengan sunah, yang mana keduanya memiliki
arti segala sesuatu yang berasal dari Rasul, baik setelah dingkat ataupun
sebelumnya. Akan tetapi kalau kita memandang lafadz hadits secara umum adalah
segala sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw. setelah diangkat
menjadi nabi, yang berupa ucapan, perbuatan, dan taqrir beliau. Oleh sebab itu,
sunah lebih umum daripada hadits.
Menurut ahli ushul hadits adalah
segala pekataan Rosul, perbuatan dan taqrir beliau, yang bisa bisa dijadikan
dalil bagi hukum syar’i. Oleh karena itu, menurut ahli ushul sesuatu yang tidak
ada sangkut pautnya dengan hukum tidak tergolong hadits, seperti urusan
pakaian.
Hadits Qudsi, dan Hadits Nabawi
1. Pengertian
Hadits Qudsi
Secara etimologi Hadits Qudsi
merupakan nisbah kepada kata Quds yang mempunyai arti bersih atau suci.
Sedangkan secara terminologis, pengertian hadits qudsi terdapat dua
versi. Yang pertama hadits qudsi merupakan kalam Allah SWT (baik dalam
sturiktur maupun substansi bahasanya), dan Nabi hanya sebagai penyampai Yang
kedua hadits qudsi adalah perkataan dari Nabi, sedangkan isi dari perkataan
tersebut berasal dari Allah SWT. Maka dalam redaksinya sering memakai قال الله تعالى..
2. Pengertian
Hadits Nabawi
Adapun
menurut istilah, pengertian hadis nabawi ialah apa saja yang disandarkan kepada
Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, maupun sifat. Contoh
hadist nabawi yang berupa perkataan (qauli) misalnya perkataan Nabi SAW,
انما الاعمال بالنية..........
. اخرجه البجخارى فى صحيحه
Contoh hadist berupa perbuatan (fi'li) ialah
كان النبي اذا اراد ان ينام وهو جنب
غسل فرجه وتوضأ للصلاة. حديث عائشة
Contoh
hadist berupa ketetapan (taqriri) ialah
ان خالته اهدت الى رسول الله سمنا
واضبا واقطا فاكل من السمن والاقط واكل على مائدته
, ولو كان حراما مااكل على مائدة رسول الله.
حدبث ابن عباس
Contoh hadist berupa sifat (wasfi) ialah
كان رسول الله ربعة ليس بالطويل
ولابالقصر حسن الجسم... الخ . حديث انس ابن مالك
Setelah kita mengetahui
masing-masing dari definisi al-Quran, Hadits Qudsi, dan Hadits Nabawi, maka ada
baiknya kita juga membahas tentang perbedaan ketiga hal tersebut. Perbedaan
antara al-Quran dengan Hadits Qudsi:
a) Al-Quran
mampu mengungguli sastra Arab yang waktu itu merupakan sastra yang terbaik,
sehingga orang Arab tidak mampu membuat karya sastra yang seindah dan sebaik
al-Quran, walaupun hanya satu surat. Tidak demikan halnya dengan Hadits Qudsi.
b) Lafadz dan
arti al-Quran berasal dari Allah. Sedangkan Hadits Qudsi, artinya berasal dari
Allah, akan tetapi lafadznya dari Nabi Muhammad.
c) Tidak boleh
meriwayatkan al-Quran secara makna. Adapun Hadits Qudsi, boleh meriwayatkannya
secara makna.
d) Al-Quran
tidak boleh dipegang oleh orang yang mempunyai hadats. Al-Quran juga
tidak boleh dibaca oleh orang yang mempunyai hadats besar. Dua larangan
ini tidak berlaku di dalam Hadits Qudsi.
e) Al-Quran
harus dibaca di dalam shalat. Sedangkan Hadits Qudsi, apabila dibaca di dalam
shalat maka dapat menyebabkan shalat menjadi batal.
f)
Al-Quran
ditransformasikan secara tawattur. Oleh karena itu, ia berstatus qath’i
al-tsubut. Adapun mayoritas Hadits Qudsi ditransformasikan secara ahad
(individual), sehingga ia berstatus dhanni al-Tsubut.
g) Orang yang
mengingkari al-Quran terkategorikan sebagai orang kafir, karena al-Quran
bersifat qath’i al-Tsubut. Sedangkan orang yang mengingkari Hadits Qudsi
tidak dianggap orang kafir, karena Hadits Qudsi bersifat dhanni al-Tsubut.
h) Membaca
al-Quran termasuk ibadah. Satu huruf al-Quran sebanding dengan 10 kebaikan. Hal
ini tidak berlaku pada Hadits Qudsi.
i)
Di dalam
al-Quran terdapat penamaan ayat dan surat untuk kalimat-kalimatnya. Tidak
demikian dengan Hadits Qudsi.
j)
Pebedaan
antara Hadits Nabawi dengan Hadits Qudsi antara lain:
k) Hadits
Nabawi dinisbahkan dan disampaikan oleh Nabi Muhammad. Adapun Hadits
Qudsi dinisbahkan kepada Allah. Nabi Muhammad hanya berstatus sebagai penyambung
lidah dari-Nya.
l)
Bentuk
Hadits Nabawi ada dua macam:
1. Tauqifi, yaitu hadits yang
kandungannya diterima oleh Nabi Muhammad melalui wahyu, kemudian beliau
sampaikan kepada umatnya.
2. Taufiqi, yaitu hadits yang
tercipta murni dari pemahaman Nabi Muhammad terhadap al-Quran, atau dari
perenungan dan ijtihad beliau. Adapun keseluruhan kandungan Hadits Qudsi
bersumber dari Allah.
Contoh hadits Qudsi adalah
عن النبي
قال, قال الله تعالى ثلاثه انا خصمهم يوم القيامه… الخ.رواه ابو هريرة
Etimologi
Hadis secara harfiah berarti
perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam istilah hadis berarti melaporkan/ mencatat sebuah
pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad.
Menurut istilah ulama ahli hadis,
hadis yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad, baik berupa perkataan,
perbuatan, ketetapannya (Arab: taqrîr),
sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi (Arab: bi'tsah)
dan terkadang juga sebelumnya. Sehingga, arti hadis di sini semakna dengan
sunnah.
Kata hadis yang mengalami
perluasan makna sehingga disinonimkan dengan sunah, maka pada saat ini bisa berarti segala perkataan
(sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW
yang dijadikan ketetapan ataupun hukum.
Kata hadis itu sendiri adalah bukan kata infinitif, maka kata tersebut adalah
kata benda.
Struktur
Hadis
Secara struktur hadis terdiri
atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).
Contoh:Musaddad mengabari bahwa Yahyaa sebagaimana
diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa
beliau bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga
ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri" (Hadis
riwayat Bukhari)
Sanad
Sanad ialah rantai penutur/perawi
(periwayat) hadis. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang
mencatat hadis tersebut dalam bukunya (kitab hadis) hingga mencapai Rasulullah.
Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh
sebelumnya maka sanad hadis bersangkutan adalah
Al-Bukhari > Musaddad > Yahya > Syu’bah >
Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW
Sebuah hadis dapat memiliki
beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya,
lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi jumlah sanad dan
penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadis tersebut, hal
ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadis.
Jadi yang perlu dicermati dalam
memahami Hadis terkait dengan sanadnya ialah :
- Keutuhan sanadnya
- Jumlahnya
- Perawi akhirnya
Sebenarnya, penggunaan sanad
sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam.Hal ini diterapkan di dalam
mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi mayoritas
penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadis-hadis nabawi.
Matan
Matan ialah redaksi dari hadis.
Dari contoh sebelumnya maka matan hadis bersangkutan ialah:
"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian
sehingga ia cinta
untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"
Terkait dengan matan atau
redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadis ialah:
- Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah
berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,
- Matan hadis itu sendiri dalam hubungannya dengan
hadis lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau
menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang
bertolak belakang).
Klasifikasi
Hadis
Hadis dapat diklasifikasikan
berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai
sanad, jumlah penutur (periwayat) serta tingkat keaslian hadis (dapat diterima
atau tidaknya hadis bersangkutan)
Berdasarkan
ujung sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadis
dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu' (terangkat), mauquf (terhenti) dan
maqtu' :
- Hadits Marfu' adalah hadis yang sanadnya berujung
langsung pada Nabi Muhammad SAW (contoh:hadis sebelumnya)
- Hadits Mauquf adalah hadis yang sanadnya terhenti
pada para sahabat nabi tanpa
ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan
derajat marfu'. Contoh: Al Bukhari dalam
kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu
Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan
seperti) ayah". Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat seperti
"Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...",
"Kami terbiasa... jika sedang bersama rasulullah" maka derajat
hadis tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.
- Hadits Maqtu' adalah hadis yang sanadnya berujung
pada para Tabi'in (penerus). Contoh hadis ini
adalah: Imam Muslim
meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan:
"Pengetahuan ini (hadis) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu
darimana kamu mengambil agamamu".
Keaslian hadis yang terbagi atas
golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai
sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat
klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah SAW dari ucapan para
sahabat maupun tabi'in dimana hal ini sangat membantu dalam area perkembangan
dalam fikih ( Suhaib Hasan, Science of Hadits).
Berdasarkan
keutuhan rantai/lapisan sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadis
terbagi menjadi beberapa golongan yakni Musnad, Munqati', Mu'allaq, Mu'dal dan
Mursal. Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap
tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur
diatasnya.
Ilustrasi sanad : Pencatat Hadis > penutur
4> penutur 3 > penutur 2 (tabi'in) > penutur 1(Para sahabat)
> Rasulullah SAW
- Hadits Musnad, sebuah hadis tergolong musnad
apabila urutan sanad yang dimiliki hadis tersebut tidak terpotong pada
bagian tertentu. Yakni urutan penutur memungkinkan terjadinya transfer
hadis berdasarkan waktu dan kondisi.
- Hadits Mursal. Bila penutur 1 tidak dijumpai atau
dengan kata lain seorang tabi'in menisbatkan langsung kepada Rasulullah
SAW (contoh: seorang tabi'in (penutur2) mengatakan "Rasulullah
berkata" tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang menuturkan
kepadanya).
- Hadits Munqati' . Bila sanad putus pada salah
satu penutur yakni penutur 4 atau 3
- Hadits Mu'dal bila sanad terputus pada dua
generasi penutur berturut-turut.
- Hadits Mu'allaq bila sanad terputus pada penutur
4 hingga penutur 1 (Contoh: "Seorang pencatat hadis mengatakan,
telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...." tanpa ia
menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah).
Berdasarkan
jumlah penutur
Jumlah penutur yang dimaksud
adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan
beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan
klasifikasi ini hadis dibagi atas hadits Mutawatir dan hadits Ahad.
- Hadits mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan
oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan
bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi
hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap
lapisan (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda pendapat mengenai
jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang
pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara
dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat) dan
ma'nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap
riwayat)
- Hadits ahad, hadits yang diriwayatkan oleh
sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad
kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain :
- Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad
(pada salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan
lain terdapat banyak penutur)
- Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur
pada salah satu lapisan)
- Mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad
(tiga atau lebih penutur pada salah satu lapisan) namun tidak mencapai
derajat mutawatir.
Berdasarkan
tingkat keaslian hadis
Kategorisasi tingkat keaslian
hadis adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap
tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadis tersebut. Tingkatan hadis pada
klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, da'if dan maudu'
- Hadits Shahih, yakni tingkatan tertinggi
penerimaan pada suatu hadis. Hadis shahih memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
- Sanadnya bersambung;
- Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil,
memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga
muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
- Matannya tidak mengandung
kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau
tidak nyata yg mencacatkan hadis .
- Hadits Hasan, bila hadis yang tersebut sanadnya
bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak sempurna
ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.
- Hadits Dhaif (lemah), ialah hadis yang sanadnya
tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau
mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat
ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.
- Hadits Maudu', bila hadis dicurigai palsu atau
buatan karena dalam sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan
berdusta.
Jenis-jenis
lain
Adapun beberapa jenis hadis
lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi di atas antara lain:
- Hadits Matruk, yang berarti hadis yang
ditinggalkan yaitu Hadis yang hanya dirwayatkan oleh seorang perawi saja
dan perawi itu dituduh berdusta.
- Hadits Mungkar, yaitu hadis yang hanya
diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadis
yang diriwayatkan oleh perawi yang tepercaya/jujur.
- Hadits Mu'allal, artinya hadis yang dinilai sakit
atau cacat yaitu hadis yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi.
Menurut Ibnu Hajar Al
Atsqalani bahwa hadits Mu'allal ialah hadis yang nampaknya
baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadis ini biasa juga
disebut Hadits Ma'lul (yang dicacati) dan disebut Hadits Mu'tal (Hadis
sakit atau cacat)
- Hadits Mudlthorib, artinya hadis yang kacau yaitu
hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan
matan (isi) kacau atau tidaksama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan
- Hadits Maqlub, yakni hadis yang terbalik yaitu
hadis yang diriwayatkan ileh perawi yang dalamnya tertukar dengan
mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah)
maupun matan (isi)
- Hadits gholia, yaitu hadis yang terbalik sebagian
lafalnya hingga pengertiannya berubah
- Hadits Mudraj, yaitu hadis yang mengalami
penambahan isi oleh perawinya
- Hadits Syadz, Hadis yang jarang yaitu hadis yang
diriwayatkan oleh perawi orang yang tepercaya yang bertentangan dengan
hadis lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi yang lain.
- Hadits Mudallas, disebut juga hadis yang
disembunyikan cacatnya. Yaitu Hadis yang diriwayatkan oleh melalui sanad
yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya
ada, baik dalam sanad atau pada gurunya. Jadi Hadis Mudallas ini ialah
hadis yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya
Periwayat
Hadis
Periwayat
Hadis yang diterima oleh Muslim
- Shahih Bukhari,
disusun oleh Bukhari (194-256 H)
- Shahih Muslim,
disusun oleh Muslim (204-262 H)
- Sunan Abu Dawud,
disusun oleh Abu Dawud
(202-275 H)
- Sunan at-Turmudzi, disusun oleh At-Turmudzi
(209-279 H)
- Sunan an-Nasa'i, disusun oleh an-Nasa'i
(215-303 H)
- Sunan Ibnu Majah, disusun oleh Ibnu Majah
(209-273).
- Musnad Ahmad,
disusun oleh Imam Ahmad bin
Hambal
- Muwatta Malik,
disusun oleh Imam Malik
- Sunan Darimi, Ad-Darimi
Periwayat
Hadis yang diterima oleh Syi'ah
Muslim Syi'ah
hanya mempercayai hadis yang diriwayatkan oleh keturunan Muhammad
saw, melalui Fatimah az-Zahra, atau oleh pemeluk Islam awal yang memihak Ali bin Abi Thalib. Syi'ah
tidak menggunakan hadis yang berasal atau diriwayatkan oleh mereka yang menurut
kaum Syi'ah
diklaim memusuhi Ali, seperti Aisyah, istri Muhammad saw, yang melawan Ali pada Perang
Jamal.
Ada beberapa sekte dalam Syi'ah,
tetapi sebagian besar menggunakan:
- Ushul al-Kafi
- Al-Istibshar
- Al-Tahdzib
- Man La Yahduruhu al-Faqih
Hadis sebagai kitab berisi berita
tentang sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut
didapat dari para sahabat pada saat bergaul dengan Nabi. Berita itu selanjutnya
disampaikan kepada sahabat lain yang tidak mengetahui berita itu, atau
disampaikan kepada murid-muridnya dan diteruskan kepada murid-murid berikutnya
lagi hingga sampai kepada pembuku Hadis. Itulah pembentukan Hadis.
Masa
Pembentukan Hadis
Masa pembentukan Hadis tiada lain
masa kerasulan Nabi Muhammad itu sendiri, ialah lebih kurang 23 tahun. Pada
masa ini Hadis belum ditulis, dan hanya berada dalam benak atau hafalan para sahabat
saja. perode ini disebut al wahyu wa at takwin. periode ini dimulai sejak
muhammad diangkat sebagai nabi dan rosul hingga wafatnya (610M-632 M)
Masa
Penggalian
Masa ini adalah masa pada sahabat
besar dan tabi'in, dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H
atau 632 M. Pada masa ini Al Hadis belum ditulis ataupun dibukukan. Seiring
dengan perkembangan dakwah, mulailah bermunculan persoalan baru umat Islam yang
mendorong para sahabat saling bertukar Hadis dan menggali dari sumber-sumber
utamanya.
Masa
Penghimpunan
Masa ini ditandai dengan sikap
para sahabat dan tabi'in yang mulai menolak menerima Hadis baru, seiring
terjadinya tragedi perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang
syari'at dan 'aqidah dengan munculnya Hadis palsu. Para sahabat dan tabi'in ini
sangat mengenal betul pihak-pihak yang melibatkan diri dan yang terlibat dalam
permusuhan tersebut, sehingga jika ada Hadis baru yang belum pernah dimiliki
sebelumnya diteliti secermat-cermatnya siapa-siapa yang menjadi sumber dan
pembawa Hadis itu. Maka pada masa pemerintahan Khalifah 'Umar bin 'Abdul 'Aziz
sekaligus sebagai salah seorang tabi'in memerintahkan penghimpunan Hadis. Masa
ini terjadi pada abad 2 H, dan Hadis yang terhimpun belum dipisahkan mana yang
merupakan Hadis marfu' dan mana yang mauquf dan mana yang maqthu'.
Masa
Pendiwanan dan Penyusunan
Abad 3 H merupakan masa
pendiwanan (pembukuan) dan penyusunan Hadis. Guna menghindari salah pengertian
bagi umat Islam dalam memahami Hadis sebagai prilaku Nabi Muhammad, maka para
ulama mulai mengelompokkan Hadis dan memisahkan kumpulan Hadis yang termasuk
marfu' (yang berisi perilaku Nabi Muhammad), mana yang mauquf (berisi prilaku
sahabat) dan mana yang maqthu' (berisi prilaku tabi'in). Usaha pembukuan Hadis
pada masa ini selain telah dikelompokkan (sebagaimana dimaksud diatas) juga
dilakukan penelitian Sanad dan Rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud
tash-hih (koreksi/verifikasi) atas Hadis yang ada maupun yang dihafal.
Selanjutnya pada abad 4 H, usaha pembukuan Hadis terus dilanjutkan hingga
dinyatakannya bahwa pada masa ini telah selesai melakukan pembinaan maghligai
Hadis. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan
kitab Hadis seperti menghimpun yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan
mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab-kitab Hadis abad 4 H.
Kitab-kitab
Hadis
Berdasarkan masa penghimpunan Al Hadits
Abad
ke 2 H
Beberapa kitab yang
terkenal :
- Al Muwaththa oleh Malik bin Anas
- Al Musnad oleh Ahmad bin Hambal (tahun 150 - 204 H / 767 - 820
M)
- Mukhtaliful Hadits oleh As Syafi'i
- Al Jami' oleh Abdurrazzaq Ash Shan'ani
- Mushannaf Syu'bah oleh Syu'bah bin Hajjaj (tahun
82 - 160 H / 701 - 776 M)
- Mushannaf Sufyan oleh Sufyan bin Uyainah (tahun
107 - 190 H / 725 - 814 M)
- Mushannaf Al Laist oleh Al Laist bin Sa'ad (tahun
94 - 175 / 713 - 792 M)
- As Sunan Al Auza'i oleh Al Auza'i (tahun 88 - 157
/ 707 - 773 M)
- As Sunan Al Humaidi (wafat tahun 219 H / 834 M)
Dari kesembilan kitab tersebut yang sangat mendapat
perhatian para 'lama hanya tiga, yaitu Al Muwaththa', Al Musnad dan Mukhtaliful
Hadits. Sedangkan selebihnya kurang mendapat perhatian akhirnya hilang ditelan
zaman.
Abad
ke 3 H
- Musnadul Kabir oleh Ahmad bin Hambal dan 3 macam
lainnya yaitu Kitab Shahih, Kitab Sunan dan Kitab Musnad yang
selengkapnya :
- Al Jami'ush Shahih Bukhari oleh Bukhari
(194-256 H / 810-870 M)
- Al Jami'ush Shahih Muslim oleh Muslim
(204-261 H / 820-875 M)
- As Sunan Ibnu Majah oleh Ibnu Majah
(207-273 H / 824-887 M)
- As Sunan Abu Dawud oleh Abu Dawud (202-275
H / 817-889 M)
- As Sunan At Tirmidzi oleh At Tirmidzi
(209-279 H / 825-892 M)
- As Sunan Nasai oleh An Nasai (225-303 H / 839-915 M)
- As Sunan Darimi oleh Darimi (181-255 H / 797-869 M)
Imam Malik imam Ahmad
Abad
ke 4 H
- Al Mu'jamul Kabir oleh Ath Thabarani (260-340 H /
873-952 M)
- Al Mu'jamul Ausath oleh Ath Thabarani (260-340 H
/ 873-952 M)
- Al Mu'jamush Shaghir oleh Ath Thabarani (260-340
H / 873-952 M)
- Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014
M)
- Ash Shahih oleh Ibnu Khuzaimah (233-311 H /
838-924 M)
- At Taqasim wal Anwa' oleh Abu Awwanah (wafat 316
H / 928 M)
- As Shahih oleh Abu Hatim bin Hibban (wafat 354 H/
965 M)
- Al Muntaqa oleh Ibnu Sakan (wafat 353 H / 964 M)
- As Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995
M)
- Al Mushannaf oleh Ath Thahawi (239-321 H / 853-933
M)
- Al Musnad oleh Ibnu Nashar Ar Razi (wafat 301 H /
913 M)
Abad
ke 5 H dan selanjutnya
- Hasil penghimpunan
·
Bersumber dari
kutubus sittah saja
1.
Jami'ul Ushul oleh
Ibnu Atsir Al Jazari (556-630 H / 1160-1233 M)
2.
Tashiful Wushul oleh
Al Fairuz Zabadi (? - ? H / ? - 1084 M)
·
Bersumber dari
kkutubus sittah dan kitab lainnya, yaitu Jami'ul Masanid oleh Ibnu Katsir
(706-774 H / 1302-1373 M)
·
Bersumber dari selain
kutubus sittah, yaitu Jami'ush Shaghir oleh As Sayuthi (849-911 H / 1445-1505
M)
- Hasil pembidangan (mengelompokkan
ke dalam bidang-bidang)
·
Kitab Al Hadits
Hukum, diantaranya :
1.
Sunan oleh Ad
Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
2.
As Sunannul Kubra
oleh Al Baihaqi (384-458 H / 994-1066 M)
3.
Al Imam oleh Ibnul
Daqiqil 'Id (625-702 H / 1228-1302 M)
4.
Muntaqal Akhbar oleh
Majduddin Al Hirani (? - 652 H / ? - 1254 M)
5.
Bulughul Maram oleh
Ibnu Hajar Al Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)
6.
'Umdatul Ahkam oleh
'Abdul Ghani Al Maqdisi (541-600 H / 1146-1203 M)
7.
Al Muharrar oleh Ibnu
Qadamah Al Maqdisi (675-744 H / 1276-1343 M)
·
Kitab Al Hadits
Akhlaq
1.
At Targhib wat Tarhib
oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
2.
Riyadhus Shalihin
oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)
- Syarah (semacam tafsir untuk Hadis)
1.
Untuk Shahih Bukhari
terdapat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)
2.
Untuk Shahih Muslim
terdapat Minhajul Muhadditsin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)
3.
Untuk Shahih Muslim
terdapat Al Mu'allim oleh Al Maziri (wafat 536 H / 1142 M)
4.
Untuk Muntaqal Akhbar
terdapat Nailul Authar oleh As Syaukani (wafat 1250 H / 1834 M)
5.
Untuk Bulughul Maram
terdapat Subulussalam oleh Ash Shan'ani (wafat 1099 H / 1687 M)
- Mukhtashar (ringkasan)
1.
Untuk Shahih Bukhari diantaranya
Tajridush Shahih oleh Al Husain bin Mubarrak (546-631 H / 1152-1233 M)
2.
Untuk Shahih Muslim
diantaranya Mukhtashar oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
- Lain-lain
1.
Kitab Al Kalimuth
Thayyib oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H / 1263-1328 M) berisi hadis-hadis tentang
doa.
2.
Kitab Al Mustadrak
oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M) berisi Hadis yang dipandang shahih
menurut syarat Bukhari atau Muslim dan menurut dirinya sendiri.
Beberapa
istilah dalam ilmu hadis
Berdasarkan siapa yang
meriwayatkan, terdapat beberapa istilah yang dijumpai pada ilmu hadis antara
lain:
- Muttafaq Alaih (disepakati atasnya) yaitu hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat
yang sama, dikenal dengan Hadis Bukhari dan Muslim
- As Sab'ah berarti tujuh perawi yaitu: Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Nasa'i dan Imam Ibnu Majah
- As Sittah maksudnya enam perawi yakni mereka yang
tersebut diatas selain Ahmad bin Hambal(Imam Ibnu Majah)
- Al Khamsah maksudnya lima perawi yaitu mereka
yang tersebut diatas selain Imam Bukhari dan Imam Muslim
- Al Arba'ah maksudnya empat perawi yaitu mereka
yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim
- Ats Tsalatsah maksudnya tiga perawi yaitu mereka
yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu
Majah.
2 komentar:
assalamualaikum, ayat al quran di atas, surah At- Thur tertulis ayat ke 24, yg betulnya ialah ayat 34…mohon betulkan.
walaikumsalam.. ia trimakasih atas koreksinya :)
Posting Komentar